Mengenal Lebih Dekat Kampung Bintaran di Jogja
Hari itu cuaca sangat bersahabat meski sedikit berawan. Kaki kami terhenti di sebuah bangunan joglo di ujung Jalan Kapten Laut Samadikun. Dari titik kumpul di depan Puro Pakualaman kami berjalan ke arah selatan atau ke Jalan Sultan Agung, menyeberang jalan untuk menuju ke sebuah kampung bernama Bintaran. Yap, kawasan kampung Bintaran berada di sisi selatan jalan Sultan Agung. Apa sih menariknya kampung Bintaran di Jogja ini?
Asal Muasal Nama Bintaran
Saya kembali bergabung dengan komunitas Jogja Walking Tour Malam Museum, rutenya kampung Bintaran. Oiya buat yang belum tahu, Jogja Walking Tour adalah bagian dari komunitas malam Museum yang melakukan penjelajahan situs sejarah dan cagar budaya di Yogyakarta, kegiatan ini biasanya dilakukan setiap akhir pekan atau saat hari libur nasional. Tengok IG @jogjawalkingtour dan kepoinlah sendiri ya.
Kami dipandu oleh mas Erwin Malam Museum, mengajak "jamaah" Jogja Walking Tour, selama kurang lebih dua setengah jam ke depan berjalan kaki menyusuri kampung sambil menyimak cerita sejarahnya.
Pengajian sejarah kampung Bintaran dibuka dengan pertanyaan tentang teka-teki asal mula nama Bintaran. Apakah sebutan untuk profesi? Apakah nama pasukan prajurit kraton? Atau nama orang? Mas Erwin beserta dengan team-nya di Malam Museum tentu saja harus melakukan riset terlebih dahulu melalui berbagai sumber pustaka/data.
Teka-teki hampir terjawab saat menemukan nama Bintoro yang merupakan nama salah satu pangeran di kraton Jogja, sumbernya adalah karya sastra di kraton yaitu Serat Suryaraja. Serat ini memuat semua silsilah raja dari HB I hingga HB IX. Pertama kali nama Bintoro muncul pada silsilah HB II, Pangeran Haryo Bintoro yang merupakan putra ke 61 dari HB II. Pencarian tidak mandeg, siapa tau masih ada nama Bintoro lagi. Dan benar, saat menelisik ke silsilah Sultan HB VII, nama Bintoro ada lagi, yaitu Bendoro Pangeran Haryo Bintoro putra ke 22 dari HB VIII.
Dari hasil investigasi inilah, muncul dugaan sementara bahwa nama kampung Bintaran diambil dari nama salah satu pangeran ini, pertama Pangeran Haryo Bintoro yang merupakan putra ke 61 dari HB II atau yang kedua Bendoro Pangeran Haryo Bintoro putra ke 22 dari HB VIII. Dengan adanya dua temuan ini scope penelitian lebih mengerucut. Karena dua pangeran ini hidup pada masa yang berbeda, riset pun menjadi lebih fokus pada kapan nama Bintaran muncul.
Merujuk pada peta kuno Jogja di tahun 1833, kawasan Bintaran belum tertulis pada peta. Posisi kampung Bintaran masih berupa lahan kosong. Barulah pada peta tahun 1872, nama Bintaran sudah tertulis pada peta. Berdasarkan analisa inilah kemudian disimpulkan bahwa asal mula nama Bintaran berasal dari nama Bendoro Pangeran Haryo Bintoro putra ke 22 dari HB VIII.
Teka-teki nama Bintaran terjawab sudah. Bintaran bukanlah nama profesi atau nama prajurit seperti toponim kampung di Jogja pada umumnya, Bintaran berasal dari nama seorang Pangeran. Bangunan Joglo yang ada di belakang kami ini diyakini adalah rumah tinggal Pangeran Haryo Bintoro sehingga kawasan ini kemudian disebut Bintaran.
Bintaran, Sebuah Kawasan Pemukiman Eropa
Dibandingkan dengan kampung-kampung di perkotaan secara umum saat ini yang identik dengan rumah yang rapat dan banyak gang-gang sempit, di kawasan Bintaran sama sekali tidak memiliki ciri khas itu. Jalan kampung di kawasan ini terbilang lebar, ya kira-kira kalau 3 mobil parkir berjajar di jalan ini muat, selebar itu.
Lalu lintas kendaraan di jalan ini pun tidak ramai, boleh dikatakan sepi. Mungkin sekitar 10 kendaraan setiap jamnya. Dengan kondisi seperti itu tentu saja kami serombongan nyaman untuk berjalan kaki dan mendengarkan penjelasan mas Erwin tentang kenapa kawasan Bintaran ini dibangun dan siapa yang tinggal di sini.
Perang Jawalah yang secara tidak langsung membuat perubahan di Yogyakarta kala itu, membuat semakin banyak orang Belanda/Eropa yang datang ke Jogja sehingga membutuhkan tempat tinggal. Kemudian mereka membangun pemukiman pertamanya di sebelah utara Kraton pada tahun 1756, yaitu Benteng Vredeburg atau dikenal dengan Loji Gedhe. Karena masih kurang, mereka memperluas pemukiman di belakang Benteng, area ini disebut Loji Kecil.
Saking banyaknya orang Belanda yang akan menetap di Jogja, kawasan Loji Kecil tidak mampu lagi menampung. Setelah Perang Diponegoro selesai orang-orang Belanda/Eropa mulai membangun pemukiman di luar benteng sekitar tahun 1860-1890. Nah akhirnya mereka membangun pemukiman pertamanya di luar benteng, tepatnya di sebelah timur Benteng, yang bernama Bintaran.
Bintaran menjadi pemukiman orang Eropa ke 3 setelah Loji Gedhe dan Loji Kecil pada masa antara HB V dan HB VI. Hampir semua bangunan di sini berciri khas Eropa, tidak seperti bentuk rumah khas Jawa. Satu-satunya bangunan yang berciri khas Jawa dengan Joglo dan pendopo adalah rumah dari Pangeran Bendoro Haryo Bintoro ini.
Kawasan Bintaran benar-benar pure kawasan rumah tinggal, tidak ada aktivitas ekonomi atau kantor di sini. Karena sebagai tempat tinggal beberapa fasilitas juga dibangun seperti gereja untuk tempat ibadah dan barak militer. Karena tinggal di tempat yang agak jauh dengan benteng, orang-orang Belanda merasa harus menjaga keamaan tempat tinggal mereka. Letak bangunan barak militer berhadapan dengan joglo rumah Pangeran Bendoro Haryo Bintoro. Sementara gereja satu berada deretan dengan joglo tetapi ujung lainnya yaitu sisi barat jalan Kapten Laut Samadikun.
Penutup
Setidaknya ada lebih lima bangunan di kampung ini yang termasuk dalam bangunan heritage atau cagar budaya. Fasad dan arsitektur dari tiap bangunan di sini sangat cukup menjelaskan situasi pemukiman ini pada masa itu, sementara sejarah melengkapi cerita bangunan itu. Bersyukur masih bisa berjumpa dengan bangunan dengan gaya arsitektur mulai dari peralihan indis empire sampai modern dalam satu kawasan. Satu dari sekian banyak alasan kenapa kampung Bintaran ini sangat menarik dan sayang untuk melewatkannya begitu saja.
Posting Komentar untuk "Mengenal Lebih Dekat Kampung Bintaran di Jogja "