Takut
Rasa takut katanya muncul dari pikiran-pikiran kita sendiri. Apa benar begitu? Lalu bagaimana menepis pikiran-pikiran setiap ketakutan mulai muncul? ya ini sih mungkin bisa diatasi dengan melatih pikiran kita untuk tidak overthinking dan berpikiran negatif.
Nah kalau yang menyebabkan rasa takut itu disebabkan oleh pihak eksternal. Payah banget ini. Setidaknya ada dua hal yang membuat saya takut, yang pertama hewan. Banyak orang bilang beberapa hewan lucu dan sangat ramah dengan manusia. Tapi buat saya hewan is hewan yang tidak bisa kita ajak komunikasi. Kita tidak tahu kapan dia akan menyerang atau bermanja-manja. Intinya jaga jarak aja sama hewan. Kedua, saya amat takut sekali dengan orang dengan gangguan jiwa. Level takutnya ini parah sekali, dan berikut ceritanya.
Mengingat Asal Mula Rasa Takut Dimulai
Pagi dini hari, semua masih terlelap bahkan suara azan subuh dari langgar di dekat rumah belum terdengar. Mbah Putri sudah sibuk di dapur, suara pisau beradu dengan talenan. Sementara mbah kakung, seperti biasa bersiap-siap hendak ke gereja.
Suara gedebukan berlarian disertai teriakan orang. Malingkah? Saya terjaga tapi masih enggan membuka mata. Bruk. suara itu terdengar jelas di telinga, persis seperti di depan wajah saya. awalnya pandangan mata saya kabur, lama-lama terlihat jelas. Matanya menatap saya dengan tajam, kumis dan brewokan membuat saya yang waktu itu masih berusia 6 tahun jelas ketakutan.
Saya langsung terbangun, menggeser badan saya menjauh ke sudut tempat tidur. Adik saya yang masih bayi masih terlelap, menggeliat lalu tertidur lagi. Tidak berapa lama seorang pria lain masuk ke kamar, dengan pakaian putihnya dia sigap melumpuhkan pria brewokan tadi. lalu membawanya pergi.
Saya tidak inget lagi kejadian selanjutnya, apa yang saya lakukan, apakah saya menangis atau tidak. Sejak peristiwa pertemuan saya dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa (selanjutnya disingkat ODGJ) selalu membawa ketakutan.
Rumah saya memang dekat dengan pusat rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) alias rumah sakit jiwa. Namun, jarang sekali kejadian ada orang yang sedang dalam perawatan kabur, sampai detik ini saya tinggal di sini peristiwa kaburnya pasien RSJ bisa dihitung dalam hitungan jari saja.
Pertemuan Kedua, Makin Trauma
Hari itu tanggal 1 Januari, sehabis perayaan tahun baru. Kala itu saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 4 atau 5. Saya tidak ingat ke mana tujuan kami waktu itu, yang jelas saya hendak menyeberang jalan Sultan Agung. Jalan tidak terlalu ramai kendaraan, tetapi saya harus tetap fokus.
Tidak jauh di depan saya ada sosok tinggi besar, pakaiannya sedikit compang camping dengan rambut gembel. Saya memperlambat langkah kaki, berharap kendaraan sepi dan saya segera bisa menyeberang sebelum pria itu makin dekat. Beberapa kawan saya sudah berada di seberang, tinggal saya dan satu orang lagi yang masih belum menyeberang..
Gawat pria tadi semakin dekat, sementara kawan saya semakin jauh meninggalkan saya di depan. Saya memberanikan diri tetap melangkah. Pria itu tepat berpapasan dengan saya. Puk! Sesuatu mendarat tepat di atas kepala saya. seketika saya mematung. Pria itu berlalu melewati saya.
Kaki saya diam tak bergerak selama beberapa detik. Jalanan sepi, saya bergegas menyeberang, sambil meihat kea rah belakang. Pria itu tertawa-tawa sambil mengoyang-goyangkan sebuah terompet kertas tahun baru.
Dengan kekuatan yang tersisa saya berlari kencang menyusul kawan-kawan saya. “Ada orang gila mukul kepala saya dengan terompet.” Dengan nafas terengah-engah dan wajah pucat saya berteriak, kawan-kawan saya menghentikan langkah mereka dan mengarahkan pandangan ke pria gila yang membawa terompet di seberang jalan.
Sumpah ya kadang-kadang kalau kita takut dengan benda atau hewan eh kok malah gampang ya kita menemukan mereka dibandingkan yang lain. contohnya nih ya, seorang kawan yang phobia dengan uler eh sering banget ditemploki uler.
Pertemuan ke Sekian Kali, Tetap Masih Takut
Singkat cerita saya belum lama ini, bersama dua kawan berkunjung ke Masjid Kotagede. Hari beranjak siang, saat kami memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon di halaman Masjid Kotagede sambil ngemil bakpia. Karena kami memang belum sarapan, jadi bakpia tadi lumayan buat nganjel perut.
Bakpia yang tadinya buat property syuting dan foto-foto sudah beralih fungsi. Kami asik dengan HP masing-masing. Entah bagaimana awalnya yang jelas radar saya langsung mendeteksi jika pria yang sedang tiduran di bangku semen adalah ODGJ.
Saya diam, pura-pura tidak memperhatikan. Pria itu terbangun, mendekat ke arah kami. Saya masih berpikir bahwa radar saya salah. Sampai saya melihat dia mulai tersenyum dan ngomong sendiri. Fix! Saya mulai deg-degan, panic attackpun dimulai meskipun begitu saya tetap berusaha terliat cool dan tenang dong.
Saya hanya takut jika tiba-tiba dia menyerang saya, seingat saya dia membawa semacam bamboo tipis/lidi di tangannya. “Tenang-tenang, jangan takut,” saya berkata dalam hati menenangkan diri. Eh lha kok dia mendekat. Kedua kawan saya ini rupanya tidak menyadari ketakutan saya dan masih asyik dengan HPnya.
Saya memberitahu ke dua kawan saya dan mengajak mereka pindah tempat. Kami membereskan barang-barang kami dan berjalan dengan tenang ke arah luar masjid. Karena salah satu kawan kami masih harus menyelesaikan pekerjaan onlinenya kami pun berhenti sebentar di dekat pintu keluar halaman masjid.
Tanpa kami sadari ternyata dia berada tidak jauh dari kami duduk. “Kita diikuti nih,” kata teman saya. “serius? Gimana dong.” Mulanya kami hanya berjalan kaki pelan sambil sesekali menengok ke belakang. Jalan keluar menuju ke jalan besar dari masjid berupa gang sempit yang menyerupai labirin.
Berbagai macam skenario muncul di kepala kami masing-masing. Salah satu teman yang berjalan di paling belakang berteriak,”Orangnya ngikutin.” Tanpa pikir panjang kami langsung berlari, untungnya kedua kawan saya ini pernah jalan-jalan di kawasan ini dan masih hafal jalan keluar dari labirin.
Kami benar-benar jogging mengitari labirin Kotagede di bawah teriknya matahari. Seandainya ada kamera drone di atas kami, pasti sudah persis seperti adegan film. “Jangan tinggalin aku,” tiba-tiba kawan saya yang berada di paling belakang berteriak. Sontak adegan lari-lari yang tadinya serius mendadak bercampur aduk. Jantung saya berdegup kencang antara takut, ngos-ngosan berlari dan pengen ketawa. Saya tidak berani menengok ke belakang. Lari dan terus berlari.
Penutup
Dalam sebuah interview Andrew Kalawait memberikan tips begini, kalau bertemu dengan harimau jangan lari. Kalimat selanjutnya yang dikatakan Andrew tidak saya dengar lagi, bagi saya tidak mungkin menggabungkan rasa takut dengan logika menghadapi binatang buas.
Nah begitu juga dengan perasaan takut yang sudah secara bawah sadar terjadi setiap kali saya bertemu dengan ODGJ. Dan yang terparah adalah di saat orang lain tidak menyadari kedatangan atau keberadaannya radar saya sudah berkerja dan mengirimkan sinyal. Dalam hal ini saya tidak punya rencana logis untuk menghadapinya, yang paling benar adalalah lari dan menghindar. Hahahahahaha
Posting Komentar untuk "Takut"