Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berangkat ke GBK


“Kita akan ke Jakarta menggunakan bus,” ujar Pak Benny, PIC rombongan Paroki Bintaran pada pertemuan pertama koordinasi misa Paus. 

Mendengar itu hati saya langsung diselimuti kebimbangan. Saya dihadapkan pada dua pilihan, lanjut atau batal. Pasalnya saya mabuk darat. Perjalanan dengan transportasi bus adalah yang paling menyiksa di antara moda transportasi darat lain. Mual dan pusing tiap kali naik bus. Kondisi jalan berkelok kelok atau supir yang tidak pandai membuat mabuk kendaraan makin parah.

Setidaknya perjalanan ke Jakarta membutuhkan waktu 12 jam. Bisa lebih cepat atau lebih lambat, tergantung traffic di jalan. Sialnya selama perjalanan itu saya tidak makan dan minum di dalam bus, pasti muntah. Merepotkan sekali kan? Sungguh! Saya hanya bisa makan permen, itu pun permen dengan rasa mint bukan yang lain. Atau sekali lagi mabuk darat saya makin parah. Hehehe.

Dengan berbagai pertimbangan kondisi ini tentu saja pilihan terbaik adalah membatalkan perjalanan. Memang ada pilihan lain seperti berangkat lebih dulu menggunakan kereta dan sempat saya rencanakan. Keputusan belum final karena saya masih menunggu update informasi terkait dengan teknis pelaksanaan misa.

Sesudah panitia misa Paus Keuskupan memberikan pertunjuk  dan update informasi. Saya membatalkan niat untuk berangkat terpisah. Ada beberapa hal yang menjadi bahan pemikiran. Saya tidak punya saudara di jakarta, sehingga harus tinggal di hotel. Sementara itu hotel di seputaran GBK jelas harganya sudah tinggi. Kalau pun tinggal jauh dari GBK banyak hal harus dipikirkan terutama transport ke GBK. 

Di antara banyak kerempongan harus menuruti ego, masalah utamanya adalah saya harus mengeluarkan biaya tambahan untuk kereta dan hotel yang pasti jumlahnya tidak sedikit. Padahal jika ikut bersama rombongan saya hanya mengeluarkan biaya Rp 1.000.000 sudah termasuk makan sehari tiga kali selama 2 hari, transportasi pulang pergi dan hotel selama satu malam. 

Setelah memikirkan masak-masak dan menimbang segala kemungkinan akhirnya saya memutuskan  untuk tetap berangkat bersama rombongan. Dengan catatan saya harus benar-benar mengkondisikan diri untuk melakukan perjalanan jauh.  Antimo, Fisherman Lemon, Salonpas, Tolak Angin amunisi yang sudah saya siapkan. 

Berkumpul 

Sesuai rencana awal, rombongan dari Bintaran berangkat tanggal 4 September 2024. Tujuannya agar punya waktu untuk beristirahat jika tiba satu hari sebelumnya. Maklum, beberapa peserta ada yang sudah sepuh. Jika dipaksakan fisiknya tidak kuat. Makanya tidur di bus pada saat berangkat bukan pilihan kami. 

Jumlah peserta yang fix ikut sebanyak 24 orang, 1 orang mengundurkan diri. Tiga orang peserta sudah ada di Jakarta, dua orang peserta berangkat dari kota lain dan akan bergabung menyusul. Jadi dalam satu bus hanya ada 19 orang.

Pukul 07.00 saya sampai di halaman gereja Bintaran, titik kumpul kami. Bus sudah datang. Tampak beberapa teman satu rombongan sibuk memasukkan tas ke bagasi. Setelah menyapa dan memberi salam, saya masuk ke dalam bus untuk memilih kursi.

Biasanya untuk mencegah mabuk darat, saya selalu memilih kursi depan. Sayangnya dua kursi depan di sayap kanan dan kiri sudah terisi. Nggak enak kalau minta tuker. Akhirnya saya pilih kursi di baris ke tiga. 

Bus yang kami gunakan berukuran sedang. Menurut informasi Pak Benny, konfigurasi bus sengaja dimodifikasi agar nyaman digunakan untuk perjalanan jauh. Termasuk penambahan leg rest pada kursi dan jarak antara kursi depan yang cukup lebar. Space yang cukup luas ini juga muat untuk satu ransel dan tas jinjing. 

Satu persatu peserta mulai berdatangan. Sebelum berangkat, ketua rombongan membacakan absen. Persiapan selesai. Barang-barang sudah masuk ke bagasi. Kami memulai perrjalanan dengan berdoa. Semoga perjalanan berjalan dengan lancar, tiba dan kembali ke tempat tujuan dengan selamat.

Berangkat 

Perlahan bus mulai melaju meninggalkan halaman Gereja Bintaran. Jam menunjukkan kira-kira pukul 08.00 pagi. Walaupun Jakarta berada di sisi barat tetapi bus berjalan ke arah timur, ke arah Solo menuju ke pintu masuk tol. Sebenarnya saya tidak terlalu hafal degan nama pintu tol.  Hehehe.

Dari pintu masuk tol tersebut perjalanan langsung ke arah barat menuju ke Jakarta. Dan ini pertama kalinya saya melakukan perjalanan darat melewati tol jalur utara.  Jalannya lurus, tidak berkelok dan cukup rata. Bus melaju dengan kecepatan sedang. Goncangan tidak terasa sama sekali, saking smoothnya sampai seperti tidak terasa di dalam bus. Kursinya juga cukup nyaman. 

Bapak supir mengemudikan bus dengan tidak grusak-grusuk. Saat belum masuk tol, pak supir juga cukup lihat mengarahkan kemudi di jalan-jalan kota. Tidak ada rem gas rem gas yang mendadak yang sering mengocak perut dan memicu mabuk darat. 

Sekitar pukul 11.30 bus memasuki rest area Batang. Rombongan langsung menuju ke Solaria untuk makan siang. Saya memesan chiken katsu teriyaki dan ice lychee tea. Saya menggunakan kesempatan ini untuk mengisi perut dan memastikan cukup kenyang sampai saat makan malam nanti. 

Sayang sekali es teh lecinya tidak sesuai ekspektasi, jadi saya tidak meminumnya sama sekali. Untungnya saya membawa sebotol air mineral. Panitia sebenarnya menyediakan roti-rotian untuk sarapan. Masih utuh karena saya memang tidak bisa makan apapun saat berada dalam bus. Selesai makan, saya tidak lupa mampir ke toilet dulu.

Sesampainya di bus saya langsung membuat segelas teh hangat. Fasilitas bus cukup lengkap. Selain dilengkapi leg rest, juga tersedia colokan USB dan mini bar. Ah, perut kenyang dan nyaman, siap melanjutkan perjalanan kembali.

Tiba di Jakarta

Beberapa kali kami mampir ke rest area, untuk mengisi BBM atau ke toilet. Sesekali kami juga berpapasan dengan rombongan paroki lain yang juga berangkat melalui tol jalur utara ini. Ya kami tahu dari dresscode yang mereka gunakan atau spanduk yang dipasang di badan bus.

Sore hari sekitar pukul 16.00 kami sudah masuk ke Cikampek. Lalu lintas sudah mulai padat, kemacetan mulai terasa. Tujuan kami yang kami  yang pertama menuju ke Taman Doa Akita  yang berada di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Taman doa ini baru saja diresmikan oleh Bapak Kardinal Ignasius Suharyo bulan Mei lalu. Ya sesuai namanya, gereja dan taman doa ini bernuansa Jepang yang kental.

Cukup lama kami bermacet ria, perut saya mulai terasa lapar. Malam hari sekitar pukul 19.30 kami beru tiba di Taman Doa Akita. Begitu turun dari bus saya langsung menyantap sepotong roti saking laparnya. Untungnya masih ada 5 roti dalam kardus snack yang dibagikan tadi pagi.

Taman Doa Akita ternyata cukup ramai. Saat kami turun ada rombongan lain yang baru datang. Rupanya rombongan Misa Paus dari Palembang yang baru saja berlabuh dan mampir ke sini. Kami tidak terlalu lama di sini, sekitar 1 jam saja. Berdoa agar seluruh perjalanan dan misa kudus esok hari diberikan kelancaran. 

Dalam perjalanan menuju ke apartemen kami menyempatkan diri untuk membeli makan malam di kawasan PIK. Ya malam hari, mungkin hanya itu yang ada. Dua potong ayam dan nasi untuk masing-masing orang, menu take away yang dipilih untuk makan malam nanti. Kira-kira pukul 22.00 kami tiba di Apsena Residence di daerah Cengkareng untuk beristirahat. 


klaverstory
klaverstory Hi, I am Dian

Posting Komentar untuk "Berangkat ke GBK"