Berkat yang Meneguhkan
Door 72. Alur A
Row: 20. SN:169
Bukanlah deretan huruf dan angka biasa. Selalu ada kisah dan kenangan tiap kali melihatnya. Walaupun kejadiannya sudah lewat satu bulan lalu, satu tahun lalu, sepuluh tahun lalu dan seterusnya. Itu adalah kode yang tercetak di wristband (gelang tiket) yang saya kenakan, berisikan informasi penanda kategori, penanda zonasi, penanda pintu, alur komuni, baris kursi, nomor kursi dan titik drop off.
Gelang tersebut juga dilengkapi dengan QR code data diri yang dipindai oleh petugas sebelum masuk stadion. Seluruh peserta misa wajib memakainya sebagai tiket masuk ikut misa kudus bersama Paus Fransiskus di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Pengalaman langka yang (barangkali) menjadi momen sekali seumur hidup.
Tidak sekali pun tebersit di benak saya menjadi bagian dari peristiwa bersejarah perjalanan apostolik Paus Fransiskus ke Asia dan Oseania. Terlebih diberi kesempatan ‘berjumpa’ Paus Fransiskus melalui misa kudus yang merupakan penutup rangkaian kunjungan Paus ke Indonesia dari tanggal 3-6 September 2024.
Begini asal muasalnya. Berawal dari kunjungan tanpa rencana ke Museum Misi Muntilan, Jawa Tengah di bulan Mei 2023. Di salah satu ruangannya tersimpan kursi rotan tempat duduk Paus Yohanes Paulus II saat memimpin misa di Yogyakarta tahun 1989. Saya berdiri tepat di hadapan kursi tersebut dan spontan menyeletuk jika Paus Fransiskus datang ke Indonesia saya pengen ikut misa Paus.
Pikir saya, hal itu mustahil terjadi sehingga saya buang jauh mimpi itu. Sampai suatu hari (sekitar Juli 2024) saya nekat mendaftar misa Paus yang dibuka tiga bulan setelah pengumuman resmi kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kabar baik dikirim melalui pesan WA pada tanggal 8 Juli 2024. Saya terpilih sebagai peserta misa bersama Paus mewakili Paroki Santo Yusuf Bintaran Yogyakarta.
Saya menatap layar gawai dengan mata berbinar sambil tersenyum lebar. Terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Hari yang ditunggu pun tiba, tanggal 5 September 2024, saya dan rombongan Bintaran berada di stadion utama GBK, di antara 86.000 umat katolik se-keuskupan di Indonesia. Saya duduk manis di kursi nomor 169, menunggu Paus Fransiskus yang akan memimpin perayaan ekaristi tiga jam lagi.
Yel-yel Viva Il Papa yang menggema sedari tadi di stadion madya dan stadion utama GBK sepertinya kurang ampuh membangunkan saya dari mimpi. Pada saat bersamaan kendaraan Paus Fransiskus muncul dari sebelah kiri. Jantung saya seakan tidak berdetak sedetik. Sosok Paus tidak terlihat dengan jelas. Ini sih efek posisi duduk di tribun lantai atas sektor 12 ditambah dua mata minus bercampur silindris. Huft. Untungnya panitia memasang giant screen di kiri kanan altar.
Luar biasa, karisma beliau terpancar jelas. Kehangatan senyumannya terasa sampai radius puluhan meter. Didampingi Kardinal Ignasius Suharyo, Paus Fransiskus menyapa seluruh umat yang hadir di GBK. Menebar senyum sambil melambaikan tangan.
Seorang bodyguard Paus merengkuh anak kecil dan mengantarkannya kepada Bapa Paus untuk diberkati dan diberi hadiah rosario. Seisi stadion kompak bersorak diiringi tepuk tangan meriah. Sementara saya diam terpaku, tanpa bereaksi apa pun. Sepanjang Paus Fransiskus ber-defile mendadak saya terkena serangan starstruck.
Usai defile, suasana stadion senyap. Umat dibawa pada suasana hening dan doa untuk persiapan misa. Sekitar pukul 16.45 Paus Fransiskus memasuki altar diikuti perarakan petugas liturgi dan para uskup. Ada yang menarik. Ini pertama kali saya mengikuti misa multilingual. Secara umum misa menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Latin.
Homili Paus disampaikan dalam bahasa Italia. Sedangkan doa umat didoakan dalam bahasa daerah yaitu bahasa Jawa, bahasa Toraja, bahasa Manggarai (NTT), bahasa Batak Toba, bahasa Dayak Kanaytn, bahasa Malind (Merauke, Papua). Mengingatkan saya betapa kaya kebudayaan Indonesia.
Misa juga melibatkan teman disabilitas, baik sebagai umat, pengisi acara maupun petugas liturgi. Bernardus Dustin seorang teman tuna netra didapuk menjadi lektor. Dari layar saya bisa melihat cara Dustin membaca kitab suci huruf Braille. Suaranya lantang dengan intonasi yang tepat. Mengharukan.
Saat Bapa Paus menyampaikan homili, umat dapat membaca subtitle bahasa Indonesia di layar. Lagi-lagi tulisan itu tidak dapat terbaca dengan jelas. Ah mungkin waktunya ganti kacamata. Hehehe. Khotbah Paus Fransiskus yang sempat saya tangkap berbicara tentang mendengarkan sabda dan menghidupi sabda. Paus menutup renungan singkatnya dengan berulang kali mengucapkan kalimat dalam bahasa Italia, fate chiasso. Entah apa maksudnya.
Misa berlangsung kurang lebih 1,5 jam. Umat mengikuti misa dengan khidmat, nyaman dan aman berkat dukungan berbagai pihak. Petugas keamanan, Paspampres, TNI dan POLRI turut mengamankan jalannya acara. Teman-teman Laudato Si menjaga kebersihan stadion dengan cara membantu mengumpulkan sampah. Begitu juga dengan ratusan petugas dari Dinas Lingkungan Hidup bersiaga di kawasan GBK.
Di penghujung misa Bapa Paus memberikan berkat penutup. Lalu berdoa sejenak di depan patung Bunda Maria Segala Suku. Sebelum berbalik meninggalkan altar, Paus Fransiskus tersenyum dan melambaikan yang dibalas dengan sorak sorai dan gemuruh tepuk tangan. Hati ini serasa mau meledak. Rasa haru, sedih dan sukacita bertemu dalam satu ruang. Misa kudus paling ter-emosional.
Paus Fransiskus telah menyelesaikan kunjungan apostoliknya tanggal 3-13 September 2024, dimulai dari Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste dan berakhir di Singapura dengan membawa pesan khusus di masing-masing negara. Faith (Iman), Fraternity (Persaudaraan), Compassion (Belarasa) adalah tema kunjungan Paus ke Indonesia sekaligus pesan yang ingin disampaikan kepada bangsa Indonesia.
Pesan ini terwujud nyata melalui kehadiran Paus Fransiskus sendiri yang memberikan teladan pribadi penuh kasih, rendah hati, bersahaja dan tanpa canggung merangkul semua orang. Saya kira itulah sebabnya kebersamaan (walaupun singkat) bersama Paus Fransiskus dalam misa kudus di GBK membawa sukacita dan penuh berkat.
Berkat tak ternilai yang semakin memperkaya pengalaman iman saya, juga menjadi perayaan personal perjalanan batin dan kenangan sepanjang masa. Poin paling pentingnya, berkat Paus Fransiskus meneguhkan langkah kecil saya yang sering meleyat-leyot. Semoga berkat ini akan mengalir ke mana pun dan kepada siapa saja. Terima kasih Bapa Paus Fransiskus. I pray for you, you pray for me.
Posting Komentar untuk "Berkat yang Meneguhkan"